Selasa, 01 Februari 2022

Menulis Buku Mayor dalam Dua Minggu

Judul           : Menulis Buku Mayor dalam Dua Minggu

Resume ke-     : 7

Gelombang    : 24

Tanggal         : Senin, 31 Januari 2022

Narasumber    : Prof. Richardus Eko Indrajit

 

Parenting 4.0.

Kolaborasi Bu Aam bersama Prof. Eko. Aku pernah mendengarnya sebelum hari ini. Dan bahwa buku itu kini dengan anggun berdiri bersama kawanannya yang elegan di rak Gramedia.

Ingin …

Eh tunggu.., kok aku jadi makin kecil ya?

Hm.. I’m out of words.

The End. 😊

 



Assalaamu ‘alaykum.

Salam sejahtera, teman-teman..

Alhamdulillah, malam ini aku bisa langsung menyusuri ruang chat WhatsApp grup Belajar Menulis (BM) 24 dan mulai menyusun resume ini.

Dengan karakternya yang khas, Bu Aam membuka pertemuan malam ke-7. Ai.. seperti apa ini bahasaku🤭 maksudku pertemuan ke-7 kelas BM angkatan 23-24.

Sementara di tengah kesibukannya, sesuai jadwal dan daftar pemateri kelas BM 23-24, Prof. Eko selaku narasumber tetap menyempatkan waktu untuk berbagi ilmu kepada kami. Terima kasih, Prof.🙏

Adalah Menulis Buku Mayor dalam Dua Minggu, materi yang disampaikan oleh Prof. Eko.

Sebentar, buku mayor?

Mayor yang dimaksud di sini adalah penerbit, yakni perusahaan penerbitan berskala besar. Demikian pula dengan nama brand penerbit tersebut. Besar. termasuk dari segi modalnya. Penerbit mayor memiliki manajemen yang bagus dengan adanya masing-masing pos tanggung jawab sesuai dengan bidangnya, misalnya layouter, desainer, editor, produksi, marketing, dan lain-lain.

Diulas dalam https://penerbitdeepublish.com/perbedaan-penerbit-indie-self-publishing-dan-mayor/, bahwa terdapat tiga jenis penerbitan buku di antaranya self publishing, penerbit indie, dan penerbit mayor.

Sedikit kita singgung ya.., seperti namanya self publishing secara umum adalah cetak buku sendiri tanpa bantuan penerbit. Dapat pula dipahami dengan kata lain penerbitan mandiri atau menerbitkan buku sendiri. Sehingga semua tanggung jawab ada di tangan penulis tersebut, mulai dari proses menulis naskah, editing, desain cover, tata letak buku, permohonan International Standard Book Number (ISBN) dan barcode di Perpustakaan Nasional RI oleh dirinya sendiri. Selanjutnya penulis pun menerbitkan buku yang dibuatnya dan memasarkannya sendiri.

Waah..

Namun, terdapat pilihan bagi penulis. Artinya ada beberapa hal yang biasanya bisa dikerjasamakan dengan penerbit indie. Sehingga bila demikian, penulis tidak benar-benar berjalan sendiri kok.

Berikut merujuk ke Wikipedia, penerbit Indie atau Penerbit independen yang secara bahasa berarti penerbit mandiri adalah sebuah cara alternatif untuk menerbitkan buku atau media lain yang dilakukan penulis naskah (bukan dari penerbit tersebut).

Melalui penerbit indie semua proses penerbitan buku tentu jauh jadi lebih mudah, karena penulis hanya perlu menulis dan mengirimkan naskahnya ke penerbit. Sedangkan proses edit dan seterusnya akan dibantu oleh tim pada penerbit yang dituju. Untuk biaya penerbitan ditanggung oleh penulis. Dan nominal biaya tersebut tergantung pada ketentuan yang ditetapkan masing-masing penerbit indie.

Naskah pasti terbit!

Benar. Selama naskah tidak mengandung isu SARAP (suku, agama, ras, antargolongan dan Pornografi). Artinya, meskipun di penerbit indie, naskah yang dikirim penulis akan tetap diseleksi lho..

Na, sedangkan di penerbit mayor, seleksi naskah dilakukan secara ketat dengan memperhatikan dua hal utama, yaitu:

1.  Konten atau judul yang menarik terlebih  tentang  topik-topik yang sedang hangat diperbincangkan.

2.   Penulis yang dikenal, yakni sesiapa yang memiliki rekam jejak bukunya laku di pasaran.

Salah satu dari kedua hal tersebut dapat menjadi pertimbangan yang kemudian akan meloloskan tulisan kita untuk dicetak oleh penerbit mayor. Bila keduanya terpenuhi, maka akan menarik bagi penerbit mayor untuk menerbitkan dan memublikasikan tulisan kita dalam bentuk fisik maupun e-book. So, buku mayor berarti buku yang diterbitkan oleh penerbit mayor.

Sebenarnya di awal ketika membaca profil Prof. Eko dalam Wikipedia https://id.m.wikipedia.org/wiki/Richardus_Eko_Indrajit membuatku berpikir, “Luar biasa”. Prof. Eko menempuh Pendidikan di berbagai tempat dan dengan spesifikasi Pendidikan yang beragam. Tidak heran bila Prof. adalah penulis buku mayor.

Ternyata…

Keikhlasan yang menjadikan Prof. Eko sebagai penulis buku mayor. Berangkat dari keadaan ekonomi masyarakat pasca kerusuhan Mei 1998 dan desakan para mahasiswanya membuat beliau kemudian kian gemar menulis.

“Dari mana saya mulai mendapatkan ide menulis? Ketika itu belum ada internet seperti sekarang. Yang saya lakukan adalah pergi ke perpustakaan, mencari buku-buku bahasa Inggris yang berisi ilmu mengenai IT, dan membacanya” tulis beliau dalam salah satu chat di WAG BM 24.

Beliau lanjut menerangkan bahwa dari tiap-tiap gambar menarik yang ditemukannya, beliau meringkas isi atau maksud dari gambar tersebut dan kemudian disampaikan agar mudah dipahami, dalam bahasa Idonesia tentunya.

“Biasanya setiap satu artikel saya menjelaskan mengenai satu gambar diagram dalam 3-5 halaman” tulisnya.

Tanpa terasa dalam kurun waktu 3 bulan beliau telah menulis 50 artikel yang kemudian dirangkum menjadi bunga rampai bertema seputar IT dan dikirim ke Gramedia. Alhasil beliau sendiri justru kaget ketika tau bukunya laris diraup para mahasiswa hingga 3 kali mengalami cetak ulang dalam setahun. Dari titik ini, beliau menjadi ketagihan menulis.

Hal berikut yang menjadi keuntungan tersendiri menurut Prof. Eko adalah akhirnya sejak itu beliau berkesempatan keliling Indonesia. Karena beliau mendapat panggilan mengisi seminar di sejumlah kota di Nusantara.

Tahun 2000 menjadi awal beliau semakin konsisten dalam menulis buku. Dengan kisaran 2 hingga 3 buku dapat beliau terbitkan dalam setahun. Dan tidak semata di Gramedia. Melainkan beliau juga mencoba mengirimkan naskah ke penerbit mayor lainnya seperti Elexmedia Komputindo, Grasindo, ANDI, dan lain sebagainya.

Hingga kini, Prof. Eko telah banyak ‘berduet’ dalam menulis buku. Dengan ayah beliau, bahkan juga dengan para mahasiswa universitas Ahmad Dahlan yang kemudian menjadi inspirasi bagi beliau untuk menyusun buku bersama para guru selama 2 tahun terakhir ini.

Sehingga secara terbuka, di tengah pertemua malam ini, Prof. Eko kembali mencetus ide serupa yang dilontarkannya kepada para mahasiswa UAD yang dahulu menghebohkan dunia persilatan (hehee..). Beliau memberi challlenge membuat draft buku dalam 14 hari.

Mungkinkah?

Prof. Eko kemudian memberikan gambaran langkah pembuatan draft buku yang perlu dilakukan untuk menjawab tantangan tersebut. Langkah-langkah dimaksud antara lain:

1.   Kunjungi  dan  dapatkan  satu  tema (yang menarik menurut ‘calon penulis’,  aku dan kamu juga kan?) di kanal youtube Ekoji Channel.

2.  Pindahkan ucapan Prof. Eko terkait tema yang sebelumnya telah dipilih ke dalam bentuk tulisan.

3.  Sajikan struktur pembahasan tema yang dipilih menggunakan 5W+1H. Dimulai dari apa judulnya (What), mengapa judul tersebut penting (Why), siapa yang membutuhkannya (Who), di mana judul tersebut dapat diimplementasikan (Where), kapan menerapkannya (When), dan bagaimana mengimplementasikannya (How).

4.  Menunjukkan  draft  yang  telah  dibuat  kepada  Prof. Eko  untuk  dicermati  oleh beliau dan kemudian memberi masukan kepada kita.

5.  Memperkaya pembahasan dengan menambah uraiannya dari berbagai sumber referensi lain.

Prof. Eko memberi waktu selama 2-4 pekan untuk pembuatan draft. Tentu dengan memperhatikan 5 langkah di atas. Sehinga paling lambat pada akhir bulan februari ini, seperti apapun draft yang berhasil dibuat harus diserahkan kepada beliau.

Tahap berikutnya, perlu diperhatikan jumlah halaman draft yang dibuat paling sedikit terdapat 100 halaman. Setelah hal itu terpenuhi, maka Prof. akan menyerahkan draft tersebut ke Penerbit ANDI Yogyakarta sebagai mitra PGRI dan EKOJI CHANNEL ACADEMY.

Selanjutnya, dua kata untuk kita adalah “Selamat Menunggu”. Karena Ketika itu, proses membaca dan menelaah draft sedang dilakukan oleh penerbit mayor. Paling lama dua bulan kemudian kita akan mendapat informasi berupa pengumuman nama penulis dan judul yang diputuskan untuk diterbitkan apakah dengan revisi minor ataukah revisi mayor serta penerbitan secara elektronik atau publikasi fisik.

Satu hal yang harus diingat, baik buku yang diterbitkan secara fisik ataupun elektronik oleh penerbit mayor sama prestisnya. Dan bermula dari awal pandemi hingga saat ini, Prof. Eko bersama para guru dari seluruh wilayah Indonesia telah berhasil menerbitkan 39 buku dan juga terdapat sejumlah draft yang tengah ditelaah oleh penerbit.

Sebelum mengakhiri sajian materinya, Prof. Eko mengajak dan memeberi kesempatan pada peserta BM 23-24 yang merasa tertarik untuk membuat draft seperti yang telah dipaparkan oleh beliau untuk bergabung dalam batch yang beliau namai dengan Februari romantis. Beliau pun mempercayakan Bu Aam untuk mengoordinir batch tersebut.

Semula Prof. Eko menyebutkan angka 25 sebagai jumlah maksimum peserta batch Februari romantis. Namun, nyatanya list pendaftaran program Februari romantis yang dibuat oleh Bu Aam justru terdaftar lebih dari 25 peserta. Dan kini, Bersama Prof. Eko dan Bu Aam dalam grup WA Februari romantis dihuni oleh 61 peserta yang insya Allah akan berduet dengan Prof. Eko, menjadi penulis buku mayor dalam 14 hari. Semoga berhasil. 😊

Terima kasih, Prof. dan Bu Aam. Semoga Allah menganugerahi Kesehatan dan kesejahteraan atas kita semua. Aamin.

1 komentar:

Sampai Ketemu Lagi

Sampai ketemu lagi. "Kak As, nanti saya telpon ya" Aku menjwabnya dengan senyuman. "Sampai ketemu lagi, kak" ia pu...