Judul :
Menulis Buku Mayor dalam Dua Minggu
Resume
ke- : 7
Gelombang : 24
Tanggal : Senin, 31 Januari 2022
Narasumber : Prof. Richardus Eko Indrajit
Parenting
4.0.
Kolaborasi Bu Aam bersama Prof. Eko. Aku
pernah mendengarnya sebelum hari ini. Dan bahwa buku itu kini dengan anggun berdiri
bersama kawanannya yang elegan di rak Gramedia.
Ingin
…
Eh
tunggu.., kok aku jadi makin kecil ya?
Hm..
I’m out of words.
The
End. 😊
Assalaamu
‘alaykum.
Salam sejahtera, teman-teman..
Alhamdulillah, malam ini aku bisa langsung
menyusuri ruang chat WhatsApp grup Belajar Menulis (BM) 24 dan mulai menyusun
resume ini.
Dengan karakternya yang khas, Bu Aam
membuka pertemuan malam ke-7. Ai.. seperti apa ini bahasaku🤭 maksudku pertemuan ke-7 kelas BM angkatan 23-24.
Sementara di tengah kesibukannya, sesuai
jadwal dan daftar pemateri kelas BM 23-24, Prof. Eko selaku narasumber tetap
menyempatkan waktu untuk berbagi ilmu kepada kami. Terima kasih, Prof.🙏
Adalah Menulis Buku Mayor dalam Dua Minggu, materi yang disampaikan
oleh Prof. Eko.
Sebentar,
buku mayor?
Mayor
yang dimaksud di sini adalah penerbit, yakni perusahaan
penerbitan berskala besar. Demikian pula dengan nama brand penerbit tersebut. Besar. termasuk dari segi modalnya. Penerbit mayor memiliki manajemen yang bagus dengan
adanya masing-masing pos tanggung jawab sesuai dengan bidangnya, misalnya
layouter, desainer, editor, produksi, marketing, dan lain-lain.
Diulas
dalam https://penerbitdeepublish.com/perbedaan-penerbit-indie-self-publishing-dan-mayor/, bahwa
terdapat tiga jenis penerbitan buku di antaranya self publishing, penerbit
indie, dan penerbit mayor.
Sedikit
kita singgung ya.., seperti namanya self publishing secara umum adalah
cetak buku sendiri tanpa bantuan penerbit. Dapat pula dipahami dengan kata lain
penerbitan mandiri atau menerbitkan buku sendiri. Sehingga semua tanggung jawab
ada di tangan penulis tersebut, mulai dari proses menulis naskah, editing,
desain cover, tata letak buku, permohonan International Standard
Book Number (ISBN) dan barcode di
Perpustakaan Nasional RI oleh dirinya sendiri. Selanjutnya penulis pun menerbitkan buku yang dibuatnya dan memasarkannya
sendiri.
Waah..
Namun, terdapat pilihan bagi penulis. Artinya
ada beberapa hal yang
biasanya bisa dikerjasamakan dengan penerbit indie. Sehingga bila demikian,
penulis tidak
benar-benar berjalan sendiri kok.
Berikut merujuk ke Wikipedia, penerbit
Indie atau Penerbit independen yang secara bahasa berarti penerbit
mandiri adalah sebuah cara alternatif untuk menerbitkan buku atau media lain yang dilakukan penulis naskah (bukan
dari penerbit tersebut).
Melalui penerbit indie semua proses penerbitan buku tentu jauh
jadi lebih mudah, karena penulis hanya perlu menulis dan mengirimkan naskahnya
ke penerbit. Sedangkan proses edit dan seterusnya akan dibantu oleh tim pada penerbit
yang dituju. Untuk biaya penerbitan ditanggung oleh penulis. Dan nominal biaya
tersebut tergantung pada ketentuan yang ditetapkan masing-masing penerbit indie.
Naskah pasti terbit!
Benar. Selama naskah tidak mengandung isu SARAP (suku, agama, ras, antargolongan
dan Pornografi). Artinya, meskipun di penerbit indie, naskah yang dikirim
penulis akan tetap diseleksi lho..
Na, sedangkan
di penerbit mayor, seleksi naskah dilakukan secara ketat dengan memperhatikan dua
hal utama, yaitu:
1. Konten atau judul yang menarik terlebih tentang topik-topik yang sedang hangat diperbincangkan.
2. Penulis yang
dikenal, yakni sesiapa yang memiliki rekam jejak bukunya laku di pasaran.
Salah satu
dari kedua hal tersebut dapat menjadi pertimbangan yang kemudian akan
meloloskan tulisan kita untuk dicetak oleh penerbit mayor. Bila keduanya
terpenuhi, maka akan menarik bagi penerbit mayor untuk menerbitkan dan memublikasikan
tulisan kita dalam bentuk fisik maupun e-book. So, buku mayor berarti
buku yang diterbitkan oleh penerbit mayor.
Sebenarnya di
awal ketika membaca profil Prof. Eko dalam Wikipedia https://id.m.wikipedia.org/wiki/Richardus_Eko_Indrajit membuatku berpikir, “Luar biasa”.
Prof. Eko menempuh Pendidikan di berbagai tempat dan dengan spesifikasi Pendidikan
yang beragam. Tidak heran bila Prof. adalah penulis buku mayor.
Ternyata…
Keikhlasan
yang menjadikan Prof. Eko sebagai penulis buku mayor. Berangkat dari keadaan
ekonomi masyarakat pasca kerusuhan Mei 1998 dan desakan para mahasiswanya membuat
beliau kemudian kian gemar menulis.
“Dari mana saya mulai
mendapatkan ide menulis? Ketika itu belum ada internet seperti sekarang. Yang
saya lakukan adalah pergi ke perpustakaan, mencari buku-buku bahasa Inggris
yang berisi ilmu mengenai IT, dan membacanya” tulis beliau dalam salah satu chat
di WAG BM 24.
Beliau lanjut menerangkan
bahwa dari tiap-tiap gambar menarik yang ditemukannya, beliau meringkas isi atau
maksud dari gambar tersebut dan kemudian disampaikan agar mudah dipahami, dalam
bahasa Idonesia tentunya.
“Biasanya setiap satu
artikel saya menjelaskan mengenai satu gambar diagram dalam 3-5 halaman” tulisnya.
Tanpa terasa dalam
kurun waktu 3 bulan beliau telah menulis 50 artikel yang kemudian dirangkum
menjadi bunga rampai bertema seputar IT dan dikirim ke Gramedia. Alhasil beliau
sendiri justru kaget ketika tau bukunya laris diraup para mahasiswa hingga 3
kali mengalami cetak ulang dalam setahun. Dari titik ini, beliau menjadi ketagihan
menulis.
Hal berikut yang
menjadi keuntungan tersendiri menurut Prof. Eko adalah akhirnya sejak itu
beliau berkesempatan keliling Indonesia. Karena beliau mendapat panggilan
mengisi seminar di sejumlah kota di Nusantara.
Tahun 2000
menjadi awal beliau semakin konsisten dalam menulis buku. Dengan kisaran 2 hingga
3 buku dapat beliau terbitkan dalam setahun. Dan tidak
semata di Gramedia. Melainkan beliau juga mencoba mengirimkan naskah ke
penerbit mayor lainnya seperti Elexmedia Komputindo, Grasindo, ANDI, dan lain
sebagainya.
Hingga kini, Prof. Eko
telah banyak ‘berduet’ dalam menulis buku. Dengan ayah beliau, bahkan juga
dengan para mahasiswa universitas Ahmad Dahlan yang kemudian menjadi inspirasi
bagi beliau untuk menyusun buku bersama para guru selama 2 tahun terakhir ini.
Sehingga secara
terbuka, di tengah pertemua malam ini, Prof. Eko kembali mencetus ide serupa
yang dilontarkannya kepada para mahasiswa UAD yang dahulu menghebohkan dunia
persilatan (hehee..). Beliau memberi challlenge membuat draft buku dalam 14
hari.
Mungkinkah?
Prof. Eko kemudian
memberikan gambaran langkah pembuatan draft buku yang perlu dilakukan untuk
menjawab tantangan tersebut. Langkah-langkah
dimaksud antara lain:
1. Kunjungi dan dapatkan satu tema (yang
menarik menurut ‘calon penulis’, aku dan kamu juga kan?) di kanal youtube Ekoji
Channel.
2. Pindahkan ucapan Prof. Eko terkait
tema yang sebelumnya telah dipilih ke dalam bentuk tulisan.
3. Sajikan struktur pembahasan tema
yang dipilih menggunakan 5W+1H. Dimulai dari apa judulnya (What), mengapa judul
tersebut penting (Why), siapa yang membutuhkannya (Who), di mana judul tersebut
dapat diimplementasikan (Where), kapan menerapkannya (When), dan bagaimana mengimplementasikannya
(How).
4. Menunjukkan draft yang telah dibuat kepada Prof. Eko untuk dicermati oleh beliau dan kemudian memberi
masukan kepada kita.
5. Memperkaya pembahasan dengan
menambah uraiannya dari berbagai sumber referensi lain.
Prof. Eko
memberi waktu selama 2-4 pekan untuk pembuatan draft. Tentu dengan memperhatikan
5 langkah di atas. Sehinga paling lambat pada akhir bulan februari ini, seperti
apapun draft yang berhasil dibuat harus diserahkan kepada beliau.
Tahap berikutnya,
perlu diperhatikan jumlah halaman draft yang dibuat paling sedikit terdapat 100
halaman. Setelah hal itu terpenuhi, maka Prof. akan menyerahkan draft tersebut ke
Penerbit ANDI Yogyakarta sebagai mitra PGRI dan EKOJI CHANNEL ACADEMY.
Selanjutnya, dua kata
untuk kita adalah “Selamat Menunggu”. Karena Ketika itu, proses membaca dan menelaah
draft sedang dilakukan oleh penerbit mayor. Paling lama dua bulan kemudian kita
akan mendapat informasi berupa pengumuman nama penulis dan judul yang
diputuskan untuk diterbitkan apakah dengan revisi minor ataukah revisi mayor
serta penerbitan secara elektronik atau publikasi fisik.
Satu hal yang
harus diingat, baik buku yang diterbitkan secara fisik ataupun elektronik oleh
penerbit mayor sama prestisnya. Dan bermula dari awal pandemi hingga saat ini,
Prof. Eko bersama para guru dari seluruh wilayah Indonesia telah berhasil menerbitkan
39 buku dan juga terdapat sejumlah draft yang tengah ditelaah oleh penerbit.
Sebelum
mengakhiri sajian materinya, Prof. Eko mengajak dan memeberi kesempatan pada peserta
BM 23-24 yang merasa tertarik untuk membuat draft seperti yang telah dipaparkan
oleh beliau untuk bergabung dalam batch yang beliau namai dengan Februari romantis.
Beliau pun mempercayakan Bu Aam untuk mengoordinir batch tersebut.
Semula Prof.
Eko menyebutkan angka 25 sebagai jumlah maksimum peserta batch Februari romantis.
Namun, nyatanya list pendaftaran program Februari romantis yang dibuat oleh Bu
Aam justru terdaftar lebih dari 25 peserta. Dan kini, Bersama Prof. Eko dan Bu
Aam dalam grup WA Februari romantis dihuni oleh 61 peserta yang insya Allah akan
berduet dengan Prof. Eko, menjadi penulis buku mayor dalam 14 hari. Semoga
berhasil. 😊
Terima kasih, Prof. dan Bu Aam. Semoga Allah menganugerahi
Kesehatan dan kesejahteraan atas kita semua. Aamin.
Perkenalkan, nama saya Ilalang, saya pernah ikut juga pelajaran menulis Omjay, beliau memang luar biasa.
BalasHapusKalau tidak keberatan, bantu saya ramaikan blog Jagoan Banten. Klik yah bapak ibu guru yang baik :). Mari berpatner dengan blog saya. Terima kasih