Senin, 21 Februari 2022

Yuk kita CLBK.

 Judul                : Langkah Menyusun Buku Secara Sistematis

Resume ke-     : 16

Gelombang     : 24

Tanggal           : Senin, 21 Februari 2022

Narasumber    : Yulius Roma Patandean, S.Pd

 

 


Assalaamu ‘alaykum.

Salam sejahtera, teman-teman..

Alhamdulillah ‘ala kulli ni’mah. Segala Puji bagi Allah yang Mahabaik.

“Saya tak perlu lagi memperkenalkan diri, pada pertemuan ke-13 saya sudah memperkenalkan diri sehingga bapak ibu pasti sudah cukup familiar dengan saya πŸ˜„πŸ˜„ ... maaf itu perasaan saya saja🀭” isi salah satu pesan pembuka pertemuan ke-16 kelas online via WhatsApp Grup BM 24.

‘Perasaan Bapak benar. Kenyataannya bagi kami memang demikian, Pak’ aku berceloteh sendiri menanggapi pesan dari Pak moderator.

Ya, Pak Muliadi alias Pak Mul kembali menjadi moderator pada pertemuan malam ini.

Sementara narasumber pada pertemuan kali ini ialah seorang penulis plus editor profesional yang tak lain merupakan guru Bahasa Inggris di SMAN 5 Tator. Yulius Roma Patandean, namanya. Untuk lebih mengenal beliau, dapat kita kunjungi laman blog https://romadean.blogspot.com/2021/01/profil.html.

Narasumber kelahiran Salubarani, Tana Toraja tersebut pun memulai materinya yakni Langkah Menyusun Buku Secara Sistematis. Beliau menyampaikan bahwa yang dibagikannya malam ini tak lain adalah pengalaman beliau. Selain itu beliau juga mengungkapkan harapan sekaligus dukungan beliau terhadap kami segenap peserta BM 23-24 dalam menyelesaikan tulisan.  Betapa diri yang masih lapar nutrisi bernama motivasi ini bersuka cita dibuatnya.

“Dalam menulis dan menyelesaikan tulisan, saya masih memegang prinsip CLBK. Apa itu CLBK?” demikian tulis Pak Roma mengawali paparannya.

Ternyata CLBK itu...

  1.   Coba.

Dimulai dari coba. Ayunkan langkah. Sekaligus melangkahi penasaran. Pun mengecap bermacam rasa. “... Ada pahit, manis, asam, asin, kecewa dan bahagia kala mencoba” kata Pak Roma dalam sebuah pesannya di ruang  chat.

  1.   Lakukan.

Sungguhlah melangkah. Meski mungkin tertatih-tatih. Segera Lakukan.

“Praktekkan sekaligus, bairkan ide itu mengalir bersama jari-jari mungil kita. Melakukan proses lebih dalam membutuhkan dorongan lebih pula. Tidak hanya dorongan untuk membuat tulisan, yang lebih utama adalah niat menghilangkan rasa penasaran di pikiran. Penasaran tentang apa yang akan ditulis”. Jelas Pak Roma.

  1.    Budayakan.

“Menulis juga harus menjadi budaya yang menyatu dalam perjalanan hidup saya dan teman-teman. Menghasilkan sebuah karya tulisan sederhana tidak bisa tercapai dengan maksimal jika didorong oleh paksaan. Membudayakan menulis adalah proses menuju karya. Sebuah buku yang terbit dari penerbit”. Motivasi yang terselip di sisi ilmu kembali dikucurkan oleh Pak Roma.

  1.   Konsisten.

Pak Roma menyebutnya sebagai langkah pamungkas. Beliau juga mengunkapkan bahwa budaya menulis yang baik adalah ketika kita menjadi konsisten dalam prakteknya.

 

Bagaimana cara sistematis dalam menyelesaikan tulisan?

Na, bila ternyata kita tengah atau bahkan telah di penghujung proses pembuatan naskah, maka kita dapat melakukan beberapa hal seperti memasukkan daftar isi, kutipan, indeks maupun daftar pustaka. Caranya dapat dilihat dalam vΓ­deo https://youtu.be/eePQwyHAcjw.

Selain itu untuk cara membuat judul bab dan sub judul tulisan pada naskah naskah buku secara otomatis dapat dicermati melalui vΓ­deo https://youtu.be/jXPr59aWJSc.

“Menyelesaikan tulisan akan terjadi oleh karena konsistensi dalam menulis. Jadi, romansa menulis terasa indah ketika CLBK menjadi bagian tak terpisahkan dalam proses mengumpulkan percikan-percikan ide kita, kemudian kita susun secara sistematis.” Tutup Pak Roma pada sesi pemaparan materi.

 

Di bawah ini beberapa pertanyaan dan jawaban pada sesi Q ‘n A yang kami kutip:

1.  Q:   Saya  sudah  “Coba dan Lakukan”  untuk  menulis  tapi  baru  3  kalimat  atau  1 paragraf sudah muter-muter untuk melanjutkan tulisan. Bagaimana menyambung kembali?

A:  Strategi menyambung kembali... versi saya... menulis ketika lagi senang atau tanpa beban. Memang tak bisa dihindari bahwa kadang kala kita menulis, banyak ide yang mau dituliskan di kepala kita. Tapi, saat berproses, ide-ide itu mulai raib. Ketika ide-ide sulit disambungkan, biarkan saja dulu, jangan di hapus (delete)..... ketika kita membacanya nanti saat mengedit... ide-ide itu akan menemukan tempatnya.

 

  1.  Q:   Apa strategi untuk membuat judul yang tepat dan relevan?

A:  Strategi untuk membuat judul yang tepat dan relevan. Konsisten menuliskan naskah atas judul yang telah disiapkan. Buat judul pendek/singkat. Judul yang paling berkesan biasanya lebih singkat. Judul pendek mudah diingat dan seringkali bisa lebih menggugah dan kuat daripada judul yang lebih panjang.

Judul sebaiknya mudah diingat dan unik, mudah dikenali dan tak terlupakan.

 

  1.  Q:   Bagaimana cara paling mudah atau sederhana menulis sisetematis?

A:  Cara paling mudah atau sederhana menulis sisetematis. Saya tak punya cara tercepat selain percaya pada diri saya sendiri bahwa saya bisa menyelesaikan tulisan itu.

 

4.  Q:  Sebagai penulis pemula, menjaga konsistensi itu  menjadi kendala. Bagaiman cara menumbuhkan konsistensi dalam menulis?

A:   Cara  menumbuhkan  konsistensi  dalam menulis  antara lain: fokus, bangun minat menulis dan miliki motivasi bahwa saya harus menghasilkan sebuah buku ber-ISBN. Awalnya memang tersendat oleh karena banyak faktor, seperti pekerjaan, capek, kegiatan sosial, dll. Konsistensi akan ada seiring minat menulis telah ada. Jika ada kendala, jangan mundur.

 

Alhamdulillah.. akhirnya resume ini bisa kuselesaikan. Berkat tips dari Pak Roma. Terima kasih Pak.

So, untuk aku dan kamu, yuk kita fokus CLBK…

  

 

Minggu, 20 Februari 2022

Proofreading Sebelum Menerbitkan Tulisan

 

Judul                : Proofreading Sebelum Menerbitkan Tulisan

Resume ke-     : 13

Gelombang     : 24

Tanggal           : Senin, 14 Februari 2022

Narasumber    : Susanto, S.Pd

 


😊

 Assalaamu ‘alaykum.

Salam sejahtera, teman-teman..

Alhamdulillah ‘ala kulli ni’mah. Segala Puji bagi Allah yang Mahapemurah.

Alhamdulillah. Segala Puji bagi Allah yang memampukanku untuk menarikan jemari di atas tuts, terenyum simetris, dan menghempas malas.

Tanpa terasa kelas Belajar Menulis gelombang 23-24 (BM 23-24) kini sampai pada pertemuan ke-13. Bertindak sebagai moderator, Pak Muliadi mengajak kami warga grup Belajar Menulis 24 untuk melafalkan basmalah sebelum memulai pembelajaran.

“Jika kamu tidak dapat menjelaskan sesuatu dengan sederhana, kamu tidak cukup memahaminya - Albert Einstein.” Pak Muliadi menuliskan ungkapan tersebut di awal bukan tanpa alasan. Beliau seperti biasa selalu mengantar warga kelas belajar yang dipandunya menuju ‘gerbang materi’ yang akan dipelajari.

Materi yang diusung dalam pertemuan kali ini ialah Proofreading sebelum menerbitkan tulisan. Disampaiakan oleh Narasumber hebat, Pak Susanto, S.Pd. Beliau seorang Guru Sekolah Dasar di kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatra Selatan yang mengaku memiliki ‘sedikit’ keahlian. Padahal beliau sesungguhnya penulis, editor, juga kreator konten dan sudah pasti blogger. Tokoh keren.

"Hmm...aku akan mulai membuat cerita fiksi berdasarkan kiat-kiat dari Pak Mazmo." Kata Cici.

Narasumber yang terkenal dengan personal brand  Pak D itu pun mengawali pemaparan materinya dengan mengutip kalimat dalam resume keren olahan Bu Nur Dwi Yanti. Berikut beliau memberi kesempatan kepada para peserta BM untuk menuliskannya kembali dengan ejaan yang lebih baik.

Rupanya dari satu kalimat tersebut, Pak D menjelaskan bahwa:

  1. Tanda titik tiga (...) disebut juga dengan tanda elipsis.
  2. Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau kutipan ada bagian yang dihilangkan, biasanya untuk memberikan jeda pada dialog.
  3. Menurut PUEBI tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
  4. kata "kata" merupakan dialog tag yang kemudian secara aturan ditulis dengan huruf k kecil.

Selain 4 hal tersebut, poin utamanya ialah Pak D hendak menekankan pentingnya proofreading.

Proofreading?

Proofreading atau kadang disebut dengan uji-baca adalah membaca ulang sebuah tulisan dengan tujuan untuk memeriksa apakah terdapat kesalahan dalam teks tersebut. Kesalahan yang dimaksud antara lain kesalahan penggunaan tanda baca, ejaan, konsistensi dalam penggunaan nama atau istilah, hingga pemenggalan kata dapat diminimalisir.

 

Samakah proofreading dan editing?

Proses mengedit menitikberatkan pada aspek kebahasaan, sedangkan proofreading selain aspek kebahasaan, juga memperhatikan substansi dari sebuah tulisan. Dengan kata lain proofreading tidak sekadar menyoroti kesalahan tanda baca atau ejaan, tetapi juga logika dari sebuah tulisan, apakah sudah masuk di akal atau belum.

Oleh karena itu, tugas seorang proofreader bukan hanya membetulkan ejaan atau tanda baca. Namun, juga harus bisa memastikan bahwa tulisan yang sedang ia uji-baca bisa diterima logika dan dipahami.

Hal tersebut berarti seorang proofroeader harus dapat mengenali:

Ketepatan susunan kalimat, apakah sebuah kalimat efektif atau tidak, serta substansi sebuah tulisan dapat dipahami oleh pembaca atau tidak.

Sebagai contoh, bila kemudian seorang proofreader mendapatkan tugas untuk menguji-baca sebuah teks terjemahan, maka output yang dihasilkannya adalah sebuah teks yang mudah dipahami meski bagi orang yang tidak mengetahui bahasa asal teks terjemahan tersebut.

Singkatnya tugas seorang proofreader adalah untuk membuat teks mudah dipahami pembaca dan tidak kehilangan substansi awalnya.

 

Pentingkah proofreading?

Nah... karena ketika menulis, kita menuangkan ide hingga tuntas, sehingga kadang megabaikan ejaan dan kesalahan penulisan (typo). Maka sudah pasti proofreading penting.

Proofreading merupakan tahapan terakhir dalam penulisan yang sebaiknya tidak dilewatkan. Terutama bila kita berniat untuk menerbitkan karya tulis kepada khalayak luas.

Termasuk BLOG.

Proofreading tentu dapat dilakukan oleh penulis. Dalam hal seperti ini, maka penulis sekaligus proofreader tersebut hendaklah menempatkan dirinya sebagai pembaca agar mampu menilai karya yang diuji bacanya dengan objektif.

Alur proses proofreading.

  1. Diamkan tulisan yang sudah selesai ditulis selama beberapa waktu.
  2. Merevisi draf awal teks, seringkali membuat perubahan signifikan pada konten dan memindahkan, menambahkan atau menghapus seluruh bagian.
  3. Merevisi penggunaan bahasa: kata, frasa dan kalimat serta susunan paragraf untuk meningkatkan aliran teks.
  4. Memoles kalimat untuk memastikan tata bahasa yang benar, sintaks yang jelas, dan konsistensi gaya. Memperbaiki kalimat kalimat yang ambigu..
  5. Cek ejaan. Rujukan ejaan tentulah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tetapi ada pula beberapa kata yang mencerminkan gaya penerbit. Selain itu satu rujukan yang tak kalah penting ialah  Pedoman Umumn Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Yang perlu diperhatikan antara lain:

a.     Pemenggalan kata-kata yang merujuk ke KBBI

b.     Konsistensi nama dan ketentuannya

c.      Judul bab dan penomorannya

d.     Kesalahan ketik (typo)

e.     Penyingkatan kata

f.      Tanda baca

g.     Jarak kata/spasi (sebagai contoh, beberapa tanda baca seperti tanda koma, tanda titik, tanda seru, atau tanda tanya tidak boleh diberi jarak dari kata yang  mengikutinya).

 

Cara mudah melakukan proofreding terutama pada typo.

Alternatif untuk menemukan dan memperbaiki typo diantaranya:

  1. Memanfaatkan aplikasi google doc. Terdapat dua pilihan yang ‘ditawarkan’ dalam aplikasi tersebut. Selengkapnya bisa disimak dalam video https://www.youtube.com/watch?v=tZZgrv5-JXo.
  2. Tetap lakukan pengoreksian secara manual.

 

Uh, ternyata Pak D menyarankan agar proses proofreading secara manual tetap perlu dilakukan.

O iya… kan selain perkara typo, juga menyangkut logika serta upaya membuat teks mudah dipahami pembaca.

Berikut beberapa flyer yang dibagikan oleh Pak D untuk membantu mempermudah dalam berproses mempelajari PUEBI dan KBBI.


 

Pak D, Pak Mul, Om Jay dan tim serta teman-teman semua, terima kasih. πŸ˜Š 

 

 

Selasa, 01 Februari 2022

Menulis Buku Mayor dalam Dua Minggu

Judul           : Menulis Buku Mayor dalam Dua Minggu

Resume ke-     : 7

Gelombang    : 24

Tanggal         : Senin, 31 Januari 2022

Narasumber    : Prof. Richardus Eko Indrajit

 

Parenting 4.0.

Kolaborasi Bu Aam bersama Prof. Eko. Aku pernah mendengarnya sebelum hari ini. Dan bahwa buku itu kini dengan anggun berdiri bersama kawanannya yang elegan di rak Gramedia.

Ingin …

Eh tunggu.., kok aku jadi makin kecil ya?

Hm.. I’m out of words.

The End. 😊

 



Assalaamu ‘alaykum.

Salam sejahtera, teman-teman..

Alhamdulillah, malam ini aku bisa langsung menyusuri ruang chat WhatsApp grup Belajar Menulis (BM) 24 dan mulai menyusun resume ini.

Dengan karakternya yang khas, Bu Aam membuka pertemuan malam ke-7. Ai.. seperti apa ini bahasaku🀭 maksudku pertemuan ke-7 kelas BM angkatan 23-24.

Sementara di tengah kesibukannya, sesuai jadwal dan daftar pemateri kelas BM 23-24, Prof. Eko selaku narasumber tetap menyempatkan waktu untuk berbagi ilmu kepada kami. Terima kasih, Prof.πŸ™

Adalah Menulis Buku Mayor dalam Dua Minggu, materi yang disampaikan oleh Prof. Eko.

Sebentar, buku mayor?

Mayor yang dimaksud di sini adalah penerbit, yakni perusahaan penerbitan berskala besar. Demikian pula dengan nama brand penerbit tersebut. Besar. termasuk dari segi modalnya. Penerbit mayor memiliki manajemen yang bagus dengan adanya masing-masing pos tanggung jawab sesuai dengan bidangnya, misalnya layouter, desainer, editor, produksi, marketing, dan lain-lain.

Diulas dalam https://penerbitdeepublish.com/perbedaan-penerbit-indie-self-publishing-dan-mayor/, bahwa terdapat tiga jenis penerbitan buku di antaranya self publishing, penerbit indie, dan penerbit mayor.

Sedikit kita singgung ya.., seperti namanya self publishing secara umum adalah cetak buku sendiri tanpa bantuan penerbit. Dapat pula dipahami dengan kata lain penerbitan mandiri atau menerbitkan buku sendiri. Sehingga semua tanggung jawab ada di tangan penulis tersebut, mulai dari proses menulis naskah, editing, desain cover, tata letak buku, permohonan International Standard Book Number (ISBN) dan barcode di Perpustakaan Nasional RI oleh dirinya sendiri. Selanjutnya penulis pun menerbitkan buku yang dibuatnya dan memasarkannya sendiri.

Waah..

Namun, terdapat pilihan bagi penulis. Artinya ada beberapa hal yang biasanya bisa dikerjasamakan dengan penerbit indie. Sehingga bila demikian, penulis tidak benar-benar berjalan sendiri kok.

Berikut merujuk ke Wikipedia, penerbit Indie atau Penerbit independen yang secara bahasa berarti penerbit mandiri adalah sebuah cara alternatif untuk menerbitkan buku atau media lain yang dilakukan penulis naskah (bukan dari penerbit tersebut).

Melalui penerbit indie semua proses penerbitan buku tentu jauh jadi lebih mudah, karena penulis hanya perlu menulis dan mengirimkan naskahnya ke penerbit. Sedangkan proses edit dan seterusnya akan dibantu oleh tim pada penerbit yang dituju. Untuk biaya penerbitan ditanggung oleh penulis. Dan nominal biaya tersebut tergantung pada ketentuan yang ditetapkan masing-masing penerbit indie.

Naskah pasti terbit!

Benar. Selama naskah tidak mengandung isu SARAP (suku, agama, ras, antargolongan dan Pornografi). Artinya, meskipun di penerbit indie, naskah yang dikirim penulis akan tetap diseleksi lho..

Na, sedangkan di penerbit mayor, seleksi naskah dilakukan secara ketat dengan memperhatikan dua hal utama, yaitu:

1.  Konten atau judul yang menarik terlebih  tentang  topik-topik yang sedang hangat diperbincangkan.

2.   Penulis yang dikenal, yakni sesiapa yang memiliki rekam jejak bukunya laku di pasaran.

Salah satu dari kedua hal tersebut dapat menjadi pertimbangan yang kemudian akan meloloskan tulisan kita untuk dicetak oleh penerbit mayor. Bila keduanya terpenuhi, maka akan menarik bagi penerbit mayor untuk menerbitkan dan memublikasikan tulisan kita dalam bentuk fisik maupun e-book. So, buku mayor berarti buku yang diterbitkan oleh penerbit mayor.

Sebenarnya di awal ketika membaca profil Prof. Eko dalam Wikipedia https://id.m.wikipedia.org/wiki/Richardus_Eko_Indrajit membuatku berpikir, “Luar biasa”. Prof. Eko menempuh Pendidikan di berbagai tempat dan dengan spesifikasi Pendidikan yang beragam. Tidak heran bila Prof. adalah penulis buku mayor.

Ternyata…

Keikhlasan yang menjadikan Prof. Eko sebagai penulis buku mayor. Berangkat dari keadaan ekonomi masyarakat pasca kerusuhan Mei 1998 dan desakan para mahasiswanya membuat beliau kemudian kian gemar menulis.

“Dari mana saya mulai mendapatkan ide menulis? Ketika itu belum ada internet seperti sekarang. Yang saya lakukan adalah pergi ke perpustakaan, mencari buku-buku bahasa Inggris yang berisi ilmu mengenai IT, dan membacanya” tulis beliau dalam salah satu chat di WAG BM 24.

Beliau lanjut menerangkan bahwa dari tiap-tiap gambar menarik yang ditemukannya, beliau meringkas isi atau maksud dari gambar tersebut dan kemudian disampaikan agar mudah dipahami, dalam bahasa Idonesia tentunya.

“Biasanya setiap satu artikel saya menjelaskan mengenai satu gambar diagram dalam 3-5 halaman” tulisnya.

Tanpa terasa dalam kurun waktu 3 bulan beliau telah menulis 50 artikel yang kemudian dirangkum menjadi bunga rampai bertema seputar IT dan dikirim ke Gramedia. Alhasil beliau sendiri justru kaget ketika tau bukunya laris diraup para mahasiswa hingga 3 kali mengalami cetak ulang dalam setahun. Dari titik ini, beliau menjadi ketagihan menulis.

Hal berikut yang menjadi keuntungan tersendiri menurut Prof. Eko adalah akhirnya sejak itu beliau berkesempatan keliling Indonesia. Karena beliau mendapat panggilan mengisi seminar di sejumlah kota di Nusantara.

Tahun 2000 menjadi awal beliau semakin konsisten dalam menulis buku. Dengan kisaran 2 hingga 3 buku dapat beliau terbitkan dalam setahun. Dan tidak semata di Gramedia. Melainkan beliau juga mencoba mengirimkan naskah ke penerbit mayor lainnya seperti Elexmedia Komputindo, Grasindo, ANDI, dan lain sebagainya.

Hingga kini, Prof. Eko telah banyak ‘berduet’ dalam menulis buku. Dengan ayah beliau, bahkan juga dengan para mahasiswa universitas Ahmad Dahlan yang kemudian menjadi inspirasi bagi beliau untuk menyusun buku bersama para guru selama 2 tahun terakhir ini.

Sehingga secara terbuka, di tengah pertemua malam ini, Prof. Eko kembali mencetus ide serupa yang dilontarkannya kepada para mahasiswa UAD yang dahulu menghebohkan dunia persilatan (hehee..). Beliau memberi challlenge membuat draft buku dalam 14 hari.

Mungkinkah?

Prof. Eko kemudian memberikan gambaran langkah pembuatan draft buku yang perlu dilakukan untuk menjawab tantangan tersebut. Langkah-langkah dimaksud antara lain:

1.   Kunjungi  dan  dapatkan  satu  tema (yang menarik menurut ‘calon penulis’,  aku dan kamu juga kan?) di kanal youtube Ekoji Channel.

2.  Pindahkan ucapan Prof. Eko terkait tema yang sebelumnya telah dipilih ke dalam bentuk tulisan.

3.  Sajikan struktur pembahasan tema yang dipilih menggunakan 5W+1H. Dimulai dari apa judulnya (What), mengapa judul tersebut penting (Why), siapa yang membutuhkannya (Who), di mana judul tersebut dapat diimplementasikan (Where), kapan menerapkannya (When), dan bagaimana mengimplementasikannya (How).

4.  Menunjukkan  draft  yang  telah  dibuat  kepada  Prof. Eko  untuk  dicermati  oleh beliau dan kemudian memberi masukan kepada kita.

5.  Memperkaya pembahasan dengan menambah uraiannya dari berbagai sumber referensi lain.

Prof. Eko memberi waktu selama 2-4 pekan untuk pembuatan draft. Tentu dengan memperhatikan 5 langkah di atas. Sehinga paling lambat pada akhir bulan februari ini, seperti apapun draft yang berhasil dibuat harus diserahkan kepada beliau.

Tahap berikutnya, perlu diperhatikan jumlah halaman draft yang dibuat paling sedikit terdapat 100 halaman. Setelah hal itu terpenuhi, maka Prof. akan menyerahkan draft tersebut ke Penerbit ANDI Yogyakarta sebagai mitra PGRI dan EKOJI CHANNEL ACADEMY.

Selanjutnya, dua kata untuk kita adalah “Selamat Menunggu”. Karena Ketika itu, proses membaca dan menelaah draft sedang dilakukan oleh penerbit mayor. Paling lama dua bulan kemudian kita akan mendapat informasi berupa pengumuman nama penulis dan judul yang diputuskan untuk diterbitkan apakah dengan revisi minor ataukah revisi mayor serta penerbitan secara elektronik atau publikasi fisik.

Satu hal yang harus diingat, baik buku yang diterbitkan secara fisik ataupun elektronik oleh penerbit mayor sama prestisnya. Dan bermula dari awal pandemi hingga saat ini, Prof. Eko bersama para guru dari seluruh wilayah Indonesia telah berhasil menerbitkan 39 buku dan juga terdapat sejumlah draft yang tengah ditelaah oleh penerbit.

Sebelum mengakhiri sajian materinya, Prof. Eko mengajak dan memeberi kesempatan pada peserta BM 23-24 yang merasa tertarik untuk membuat draft seperti yang telah dipaparkan oleh beliau untuk bergabung dalam batch yang beliau namai dengan Februari romantis. Beliau pun mempercayakan Bu Aam untuk mengoordinir batch tersebut.

Semula Prof. Eko menyebutkan angka 25 sebagai jumlah maksimum peserta batch Februari romantis. Namun, nyatanya list pendaftaran program Februari romantis yang dibuat oleh Bu Aam justru terdaftar lebih dari 25 peserta. Dan kini, Bersama Prof. Eko dan Bu Aam dalam grup WA Februari romantis dihuni oleh 61 peserta yang insya Allah akan berduet dengan Prof. Eko, menjadi penulis buku mayor dalam 14 hari. Semoga berhasil. 😊

Terima kasih, Prof. dan Bu Aam. Semoga Allah menganugerahi Kesehatan dan kesejahteraan atas kita semua. Aamin.

Sampai Ketemu Lagi

Sampai ketemu lagi. "Kak As, nanti saya telpon ya" Aku menjwabnya dengan senyuman. "Sampai ketemu lagi, kak" ia pu...