Judul : Menulis Buku Dari Karya Ilmiah
Resume ke- : 6
Gelombang : 24
Tanggal : Jumat, 28 Januari 2022
Narasumber : Noralia Purwa Yunita, M.Pd
Yang
kusesali adalah…
Aku
tak akrab dengan Bang e-mail.
Aku
bahkan tak kenal si drive.
Jadi
jangan tanya tentang kabar Karya Ilmiahku yang the only one.
Ya, Skripsi.
Usianya
tentu tak semuda aku. Hehee.. maksudku,
tak muda lagi. Pun sudah lama waktu membawa pergi skripsiku.
Lah kok
waktu sih?
Mmm.. bukan waktu. Tapi seseorang,
yang meminjam skripsiku dan belum dikembalikan. Atau mungkin tidak akan bisa
dikembalikan lagi.
Sementara ketika itu harta karunku adalah
sebuah flash disk. Sebagai pelanggan setia warnet, memang hanya itulah modalku.
Lalu di mana flash disk itu?
Sedikit lagi akan genap satu dekade,
keseluruhan waktu dihitung dari tahun ini ke tanggal aku dinyatakan lulus
kuliah. Maka pertanyaan tentang flash disk itu akan kujawab dengan satu kata.
Innaalillah.
Dan sebelum orang-orang pun menyebut
kalimat istirja’ di akhir waktu yang ditetapkanNya untukku, aku ingin membukukan
setidaknya sebuah karya ilmiah...
The End. 😊
Assalaamu ‘alaykum.
Salam
sejahtera, teman-teman..
Dengan
penuh sukacita pertemuan ke-6 kelas Belajar Menulis gelombang 23 dan 24 atau
disingkat BM 23-24 dibuka oleh Bu Raliyanti selaku moderator.
Sang
Narasumber pada kuliah online kali ini rupanya adalah seorang guru IPA pada SMPN
8 Semarang, Bu Noralia Purwa Yunita, nama lengkap beliau. Dengan rendah hati,
Bu Nora menuliskan dalam chat bahwa beliau akan berbagi pengalaman tentang
bagaimana cara menulis buku dari karya ilmiah.
Yap!
Materi pelajaran kita malam ini bertema menulis buku dari karya ilmiah.
Mengawali
materi tersebut, narasumber yang tak lain adalah alumni BM 8 ini menyinggung
bahwa sudah pasti para peserta BM 23-24 pernah membuat karya ilmiah baik
skripsi bagi lulusan S1 atau juga tesis bagi menapaki jenjang pendidikan S2. Lalu,
selain itu dalam masa menjadi guru, hadir pula sebuah tuntutan untuk membuat karya
ilmiah. Karya ilmiah dimaksud bisa Penelitian Tindakan Kelas (PTK), best
practice, makalah tinjauan ilmiah, artikel ilmiah, ataupun jurnal. Bagi ASN sederet
nama karya ilmiah tersebut biasanya dibuat sebagai penunjang kenaikan pangkat. Singkatnya
melalui fakta yang terjadi selama ini memperlihatkan kepada kita bahwa
pembuatan karya ilmiah hanya sebatas untuk menggenapi persyaratan akan suatu
tuntutan tertentu.
Setelah
tuntutan terkait karya ilmiah tersebut terpenuhi, semua upaya dalam proses
pembuatan karya ilmiah tersebut pada akhirnya berujung dengan ‘memuseumkannya’
di lemari, di rak buku pribadi atau paling tinggi di perpustakaan kampus dan
perpustakaan tempat pelakasanaan penelitian yang biasanya tak lain adalah sekolah/madrasah
masing-masing.
“Akan
sangat disayangkan apabila informasi dan data penting yang tertulis dalam KTI
dari hasil riset yang telah kita lakukan tersebut hanya tergeletak begitu saja
di perpustakaan dan tidak dapat tersampaikan kepada masyarakat luas atau tidak
dapat dinikmati oleh masyarakat luas sebagai rujukan yang dapat memberikan
solusi nyata” chat Bu Nora yang diteruskan oleh Bu Raliyanti dalam WhatsApp grup
Belajar Menulis 24.
Satu
solusi yang kemudian menjawab soalan di atas ialah menjadikan Karya Tulis
Ilmiah (KTI) kita tersebar ke luas ke masyarakat berupa buku.
So,
pendeknya mari ubah KTI kita menjadi buku. Berikut manfaat mengonversi KTI
menjadi buku, antara lain:
- Karya kita dapat dibaca oleh masyarakat luas
- Buku
dapat diperjualbelikan, sehingga dapat diperoleh keuntungan material
- Bagi
para ASN, dapat memperoleh 2 keuntungan sekaligus. Di mana selain
mendapatkan poin Angka Kredit (AK) dari laporan PTK, buku hasil konversi
tersebut dapat dijadikan publikasi ilmiah yang juga menambah poin AK.
- Bila buku
hasil konversi KTI kita banyak dibaca, banyak dibeli, maka ada kemungkinan
nama kita sebagai penulis akan dikenal oleh banyak orang. Hal ini merupakan
keuntungan tersendiri
- Ketika
sudah menjadi buku, Ilmu yang ada dapat tersebar bebas tanpa sekat.
Bagaimana cara mengonversinya?
Menyebut KTI dan buku, tentu kita
tau bahwa masing-masing memiliki bentuk yang berbeda satu sama lain. Perbedaan dimaksud
tidak hanya soal tampilan jilidnya, melainkan lebih kepada format penulisannya.
Format buku dan KTI masing-masing tersusun
atas:
No |
BUKU |
KTI |
Keterangan |
1 |
Judul |
Judul |
*
(dapat pula ditambah) |
2 |
Kata
Pengantar |
Lembar
pengesahan |
|
3 |
Prakata |
Kata
Pengantar |
|
4 |
Daftar
isi |
Halaman
persembahan |
|
5 |
Isi
buku |
Daftar
isi |
|
6 |
Daftar
Pustaka |
Pendahuluan |
|
7 |
Sinopsis |
Tinjauan
Pustaka |
|
8 |
Profil
Penulis |
Metode
penelitian |
|
9 |
Daftar
gambar* |
Pembahasan |
|
10 |
Daftar
tabel* |
Kesimpulan |
|
11 |
Indeks* |
Daftar
Pustaka |
|
12 |
Glosarium* |
Lampiran |
|
Cara
Konversi KTI Menjadi Buku
A. Ubah
judul
Biasanya, judul KTI menggunakan bahasa ilmiah, kaki, dan panjang. Judul buku lebih cenderung
menggunakan bahasa populer, santai dan singkat. Paling tidak maksimal 5-6 kata.
Sebagai contoh, judul
Skripsi "Pengaruh model pembelajaran reflektif berbantu media animasi terhadap
keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas VIII pada materi sistem
pencernaan manusia".
Dapat diubah menjadi lebih
singkat, padat, namun tidak mengubah arti dari judul karya ilmiah yang telah
dibuat. Sehingga judul buku tersebut, misalnya:
" Serunya belajar IPA dengan media animasi".
- Ubah daftar isi
Biasanya untuk beberapa KTI, daftar isi memuat:
BAB 1 Pendahuluan
berisi latar belakang masalah, tujuan, manfaat, batasan masalah
BAB 2 landasan teori
Bab 3 metode
penelitian yang berisi rumus-rumus statistika
Bab 4 hasil dan pembahasan
Bab 5 penutup yang
berisi kesimpulan dan saran.
Namun ketika diubah
menjadi BUKU, daftar isi berpedoman 2W +1H, sehingga menjadi:
Bab 1 (why)
menjelaskan pentingnya, alasan penggunaan model/media itu untuk pembelajaran.
Masalah pembelajaran Sains selama ini, dll.
Bab 2 (what) menjelaskan
apa itu pengertian, karakteristik, ciri khas, dari metode/media/model yang
menjadi fokus dari tulisan.
Bab 3, 4, 5, dan
seterusnya (How) menjelaskan bagaimana tahap pembuatan, bagaimana hasil
pembuatan, bagaimana penerapannya.
Boleh juga mengembangkan materi dari bab 2 di KTI.
Sebagai contoh jika bab 2 KTI yang merupakan landasan teori ternyata
berisi
2.1. hasil belajar
2.2. media pembelajaran
2.3. Modul
2.4. model pembelajaran
2.5. pembelajaran berbasis riset
Saat diubah menjadi buku dapat dibuat menjadi beberapa bab yaitu:
Sub bab 2.1. hasil belajar menjadi bab 2 dalam buku.
Bab 2 TEORI BELAJAR
2.1. belajar
2.2. permasalahan dalam pembelajaran
2.3. Hasil belajar
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
Sub bab 2.2. media
pembelajaran menjadi bab 3 buku
Bab 3 MEDIA PEMBELAJARAN
3.1. Pengertian media
3.2. jenis media
3.3. manfaat media
Sub bab 2.3. modul
menjadi bab 4 buku
Bab 4 mengenal modul
4.1.pengertian modul
4.2. karakteristik modul
4.3.sistematika modul
4.4. kelebihan modul
dan seterusnya hingga sub bab dalam bab 2 selesai…
Dengan demikian hanya dari bab 2 KTI saja, kita sudah dapat menuliskan/
mengubahnya menjadi beberapa bab dalam buku. Jadi, perbanyak penjelasan teori
dari bab 2 KTI dan juga hilangkan rumus statistika yang biasanya ada di bab 3 dalam
KTI.
Lalu pada bagian selanjutnya...
- Berikan
pengetahuan baru terkait isu yang sedang berkembang saat ini. Sebagai
contoh, model reflektif dikaitkan dengan tuntutan pembelajaran abad 21
yang mengharuskan peserta didik memiliki kompetensi 4C yaitu
Communications, collaboration, creativity, dan critical thinking. Atau
dapat pula dipaparkan tentang media animasi untuk membantu efektifitas
pembelajaran selama masa pandemi di mana para siswa tidak dapat bertatap
muka langsung dengan guru sehingga diperlukan media yang menampilkan sajian
materi pelajaran secara audiovisual.
- Menampilkan
data penting hasil penelitian. Sesingkatnya.
- Dari
sisi kebahasaan dan penyajian, karya ilmiah versi buku mesti berbeda
dengan versi laporan dan upayakan agar pembaca memahami isi buku kita
secara lengkap, dan mengena.
Susunan dan gaya
tulisan bersifat bebas, berpulang kepada penulis. Setiap penulis tetu memiliki
ide dan kreativitas masing-masing sesuai dengan pengalaman dan bahan bacaannya.
Semakin literat seorang penulis, maka akan semakin apik buku yang ditulis.
- Daftar Pustaka
Untuk daftar pustaka boleh
menggunakan blog. Namun hanya situs blog resmi seperti Kemendikbud.go.id,
Jurnal ilmiah, e book, atau karya ilmiah lainnya.
Satu hal penting, hindari
menggunakan daftar pustaka berupa blog pribadi dengan domain blogspot,
wordpress, dan lain sebagainya.
- Karya ilmiah
versi buku minimal terdiri dari 70 halaman format A5 dengan ukuran huruf,
jenis huruf, dan margin disesuaikan dengan aturan Penerbit.
- Menghindari
self plagiarisme, perlu penerapan teknik parafrasa untuk membantu penulis
ketika ingin menuliskan ulang KTI nya menjadi buku.
Semua yang dipaparkan oleh Bu Nora
pada pertemuan ini menunjukkan bahwa membuat buku dari karya ilmiah tidak serta
merta sama dengan mengubah judul dan sampul sementara isi KTI disalin persis
seluruhnya. Melainkan, isi KTI juga mengalami perubahan dalam hal struktur dan
redaksi kalimatnya tanpa mengubah poin inti dan arti kalimat yang ada dalam versi
aslinya, yakni KTI.
Berikut beberapa tambahan yang dijelaskan
Bu Nora saat sesi tanya jawab, di antaranya:
Ø
untuk
KTI ‘berusia’ lebih dari 5 tahun pun bisa dikonversi menjadi buku dengan
catatan daftar pustakanya diperbaharui setidaknya 5 tahun terakhir dan esensi
KTI yang kemudian menjelma menjadi isi buku dikaitkan dengan keadaan saat ini.
Ø
Catatan
kaki dalam KTI sebaiknya masuk ke bagian isi buku agar lebih lengkap dan jelas.
Ø
Penting
untuk diperhatikan mengenai tata cara penulisan, sesuai Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) atau yang kini disebut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(PUEBI).
Demikian resume untuk pertemuan
ke-6 ini.
Alhamdulillah, Bu Nora dan Buraliyanti serta teman-teman sekalian.. terima kasih. Jazakumullah ahsan jaza’.