Bismillahirrahmaanirrahiym.
Alhamdulillah,
Segala Puji bagi Allah yang Mahabaik kepadaku. Setelah beberapa waktu lalu
sempat ‘terpental’ dari circle ini oleh sebab diriku sendiri, akhirnya
pertemuan ke-14 kelas Guru Motivator Literasi Digital (GMLD) bisa kuikuti tepat
waktu bersama teman-teman dan kini kembali jemariku menari di atas tuts
keyboard guna membuat resume ini.
Yang
menurutku adalah master diksi, Yunda Maesaroh, M.Pd atau yang terkenal dengan
nama pena Maydearly adalah sang narasumber pada kesempatan kali ini, Rabu tertanggal
1 Desember 2021. Yang Membuka serta membersamai kami dalam jalannya penyampaian
materi, dan selama sesi Q n’ A (Question and Answer, tanya jawab) hingga
selesai ialah Mz Phia selaku moderatornya. Materi yang disampaikan yaitu
Menjelajah Alam digital yang Luas.
Di
awal pemaparannya, sang blogger milenial, Yunda Maesaroh menyampaikan bahwa menjelajahi
dunia digital tentu perlu kecakapan, agar kita mampu memiliki wawasan yang
luas. Bukan hanya soal seberapa luasnya dunia maya yang dijelajahi, tetapi juga
luasnya intelektual kita dalam berjelajah di dunia digital.
Oleh
karena itu, menjadi penting bagi kita untuk mengembangkan literasi digital. Terdapat
4 Pilar dalam mengembangkan Literasi Digital, yakni:
- Digital Culture
cakap bermedia digital dengan
memanfaatkan media digital sebagai alat untuk menghubungkan satu koneksi menuju
seluruh dunia
- Digital Safety
cakap dalam melindungi diri dan aset digital ketika sedang berada di
dunia digital.
- Digital Ethics
etis dalam menggunakan dunia digital dengan tidak mengalahgunakan alat
digital sebagai penyebar informasi hoaks
- Digital
Skill
cakap secara tehnologi dalam menggunakan
piranti digital sebagai alat untuk meng up grade pengetahuan. Adapun kecakapan dalam
hal ini perlu meliputi 8 kecakapan diantaranya : Cakap dalam memakai ilmu
Coding, Collaboration, Cloud software, Word Processing software, Screen
Casting, Personal digital archiving, Information Evaluation, Use of social
media.
Alam digital atau yang tren
disebut dumay alias dunia maya adalah sebuah alam yang memberi koneksi antara
satu individu dengan individu lainnya lewat kecanggihan sebuah teknologi sehingga
yang jauh pun menjadi dekat.
Oleh sebab itu, amat penting bagi
kita untuk menggaungkan literasi digital terhadap anak didik kita, para orang
tua/wali siswa, ataupun masyarakat di lingkungan kita. Diperlukan pemahaman
yang cukup mengenai dunia digital bagi kalangan anak muda dan keterbukaan
informasi di media sosial yang memberikan dampak negatif penggunaan media
sosial seringkali dialami oleh anak muda khususnya para pelajar.
Yunda
Maesaroh juga mengingatkan kita mengenai defenisi usia muda atau remaja berasal
dari kata adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah
adolesence mempunyai arti yang lebih luas lagi, yaitu mencakup kematangan
mental, emosional sosial dan fisik. Usia remaja adalah masa peralihan dari
kanak-kanak menuju dewasa yang dialaminya dalam tiga tingkatan yaitu praremaja
10-12 tahun, remaja awal 13- 16 tahun dan remaja akhir 17-21 tahun. So, anak
didik kita di semua jenjang termasuk remaja nih, kecuali kisaran yang masih
duduk di kelas IV (empat) MI ke bawah.
Dalam
menyongsong abad 21 ketika implementasi pembelajaran melalui mesin (komputasi)
segala informasi tersedia dengan luas, dimana saja dan kapan saja. Maka, literasi
digital menjadi penting untuk membangun pendidikan yang berintergrasi pada pergeseran
pembangunan pendidikan ke arah ICT (Information and Communication Technologies)
sebagai salah satu strategi manajemen pendidikan abad 21 yang di dalamnya
meliputi tata kelola kelembagaan, dan sumber daya manusia. Untuk itu, edukasi dari berbagai pihak sangat membantu
dalam meningkatkan budaya cerdas ber-literasi agar para generasi penerus bangsa
mampu menyaring informasi dengan baik yang beredar dari media sosial.
Pemahaman
literasi digital yang buruk akan berpengaruh pada dampak psikologis anak dan
remaja yang cenderung menghina orang lain, menimbulkan sikap iri terhadap orang
lain, mengakibatkan depresi, terbawa arus suasana hati terhadap komentar
negatif, serta terbiasa berbicara dengan bahasa kurang sopan. Atas dasar
pandangan tersebut, hal inilah yang menyebabkan dampak buruk dalam
berinteraksi. Tentunya, ini menjadi bahan refleksi sekaligus tugas kita para
guru untuk terus menggaungkan literasi digital.
Termasuk
yang perlu ditekankan dalam literasi digital ialah mengenai penggunaan piranti
digital yang terlampau tinggi atau terlalu sering dalam waktu yang relatif lama
dan tanpa henti, maka para penggunanya akan cenderung mengalami Digital Fatigue.
Digital Fatigue atau dengan kata lain kelelahan dalam menggunakan media
digital. Ciri-cirinya antara lain:
π§ Perasaan lelah, bosan, malas,
dengan berbagai kegiatan digital seperti zoom meeting, webinar, media sosial,
dan berbagai platform digital lain.
π§ Mata terasa sakit, lelah, dan
perih.
π§ Mata terasa sakit, lelah, dan
perih.
π§ Sakit kepala dan migrain.
π§ Nyeri otot leher, bahu, atau
panggung.
π§ Sensitif terhadap cahaya.
π§
Gangguan pada fokus, konsentrasi, dan memori.
π§
Merasa putus asa dan tidak berdaya.
π§ Kewalahan menghadapi situasi yang
berulang.
π§
Badan terasa lemah, lesu, tidak bertenaga, dan malas bergerak.
π§
Muncul perilaku yang aneh dan tidak wajar.
Ada
5 kecakapan yang perlu dikuasai dalam berliterasi media bagi pelajar dan semua
kalangan. Terlebih kita, para guru semestinya menguasai 5 kecakapan tersebut,
yaitu:
Di samping itu, untuk mengembangkan literasi digital agar kita mampu bermedia digital dengan baik, perlu kita fahami 8 elemen esensial berikut ini:
1.
Kultural, yaitu pemahaman ragam konteks pengguna
digital.
2. Kognitif, yaitu daya pikir menilai
konten.
3. Konstruktif, yaitu reka cipta
sesuatu yang ahli dan aktual.
4. Komunikatif, yaitu memahami
kinerja dan jejaring komunikasi di dunia digital.
5.
Kepercayaan diri yang bertanggungjawab.
6.
Kreatif, melakukan hal baru dengan cara baru.
7.
Krisis dalam menyikapi konten.
8.
Bertanggungjawab secara sosial.
Pada
dasarnya media sosial yang kental dengan kehidupan masyarakat saat ini,
menunjukkan bahwa hal itu berbanding lurus dengan animo masyarakat terhadap
kebutuhan informasi. Sebenarnya hal ini merupakan hal yang baik. Sayangnya,
karena media sosial merupakan salah satu arena untuk menyebarkan informasi,
maka ada banyak informasi yang simpang siur. Oleh karena itu, mengingat pula bahwa
media sosial dipakai sebagian besar rakyat dunia, maka perlu literasi media
yang massif agar kita mampu menggenggam dunia dengan cara yang benar.
Literasi media sosial merupakan
suatu keterampilan yang diperlukan untuk tetap dapat melakukan aktifitas
ber-media sosial dengan aman. Sebagai warganet yang baik, kita harus mampu
menyaring dan memberikan informasi yang edukatif. Sesuai dengan istilah media
sosial yang dikemukakan oleh (Taylor & Francis Online, 2014) bahwa media
sosial memiliki akronim sebagi berikut:
1. Sharing
views
2. Optimizing
Knowledge
3. Collaborating
on projects
4. Investigating
new ideas
5. Advocacy
for your service provision
6. Learning
from others
7. Making
new connections
8. Enhancing
your practice
9. Debating
the future
10. Inspirational support
11. An essensial tools for your information toolbox
Sebagai guru tentu kita sadar
bahwa kita sedang mengemban peran penting dalam mewujudkan harapan kita bersama
dimana generasi milenial dalam dunia digital akan terus menggelinding dan akan
menjadi pemimpin bangsa di masa depan. Target Indonesia emas akan tercapai bila
generasi milenial saat ini melek wawasan kebangsaan, dan menguasai literasi
kebangsaan. Syarat cerdas berliterasi digital adalah memiliki karakter kebangsaan
yang perlu dijunjung tinggi dan harus
menjadi poin utama dalam berbagai aspek. Beberapa nilai-nilai karakter yang
perlu ditanamkan, diantaranya:
1. Nilai
Kejujuran
2. Nilai
Semangat
3. Nilai
Kebersamaan atau Gotong royong
4. Nilai
Kepedulian atau solidaritas
5. Nilai
Sopan santun
6. Nilai
Persatuan dan Kesatuan
7. Nilai
Kekeluargaan
8. Nilai
Tanggungjawab
Beberapa poin penting lainnya
diungkapan oleh Yunda Maesaroh melalui jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dari
peserta GMLD yang diperantarai oleh Mz Phia Sang Blingual Blogger. Poin-poin
tersebut antara lain:
π§
Salah satu cara guru mengedukasi di media digital ialah dengan membuat
sebuah story di medsos kita tentang refkeksi pembelajaran yang bisa juga ditambah
dengan foto2 kegiatan peserta didik kita, kemudian tag mereka. Atau, berikan
tantangan kepada mereka untuk membuat story di sosmed terkait refleksi
pbelajaran dan tag teman-temannya beserta akun kita. Dengan begitu anak akan
merasa terawasi sehingga bertanggungjawab dalam bermedia sosial dan lama
kelamaan peserta didik kita secara tak sadar sudah terjun dalam literasi media.
π§
Perlu dibuat sebuah komunitas di madrasah/sekolah sebagai target literasi media
yang kita berikan arahan untuk be aware dalam bermedia sosial. Sehingga
kemudian dari komunitas ini lahir informasi-informasi yang yang memantik
edukasi.
π§ Cara mengintip tingkah anak-anak yang membatasi
sosmednya, misalnya yang mem- privasi story WA dari kita, gurunya bisa
kita lakukan melalui akun temannya, yang memang kita lakukan pendekatan dalam target
literasi media.
π§ Untuk
menggaungkan literasi media di madrasah/sekolah kita bisa melibatkan anak-anak
OSIM/OSIS.
π§
Bagi yang sudah tercandu dalam bermedsos
perlu kita edukasi dengan ranah pendekatan yang baik, tanpa kekerasan tapi
dapat menyentuh hati mereka.
π§
Disarankan kepada orangtua siswa agar berteman dengan anaknya di media sosial.
O
iya, tips jitu menghindari digital fatigue adalah membatasi diri dalam bermedia
sosial dan membuat skala prioritas dalam berselancar di dunia maya.
“Mulailah dari diri kita, yang
memberi perubahan” sebuah kalimat sebagai closing statement dari Yunda
Maesaroh. Kita para guru perlu menjadi stakeholder dalam pengembangan
literasi media karena media merupakan alam maya yang mampu membawa kita
terhubung pada dunia yang lebih luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar