Narasumber : Dedi Dwitagama
Moderator : Helwiyah
Resume oleh : Astuty HAR
Membaca judul materi kali ini membuatku merasa diajak langsung oleh Pak Dedi Dwitagama dan Bu Helwiyah untuk belajar bersama segenap anggota Guru Motivator Literasi Digital (GMLD). Meskipun yang terjadi hari Rabu, 3 November 2021 kemarin jaringan seluler di daerahku hilang total, Alhamdulillah.. akhirnya aku pun bisa menyusuri jejak materi yang disampaikan Pak Dedi Bersama Bu Helwiyah melalui WA grup: 10.000 GMLD 3.
Megawali materinya, Pak Dedi meminta agar salah satu peserta grup GMLD bersedia menyampaikan nama guru/dosen yang paling berkesan dan hingga kini masih terkenang disertai alasannya. Rupanya banyak yang menanggapi. Namun, setelah ditelusuri nama-nama tersebut di google, banyak sosok yang tidak tersedia informasinya di sana.
“Nah, teman-teman… kita sudah lihat… dimulai dari seorang PROFESSOR hingga GURU SMP, dan guru SD yang anda kagumi… kenapa mereka tidak ada jejak digitalnya? Karena mereka tidak serius mengelola jejak digitalnya” demikian Pak Dedi mengajukan pertanyaan retoris sekaligus menjawabnya.
Ada yang kemudian berkomentar bahwa guru-guru tersebut hidup di zamannya yang mana belum ada internet saat itu. “Coba cari Ki Hajar Dewantoro, Cut Nyak Dien... Laskar Pelangi, Manuel Kasiepo, dsb yang mungkin hidup di era internet belum ada” sebuah tanggapan yang menghentak.
Pak Dedi juga mengatakan “kalau anda tidak serius mengelola jejak digital anda sendiri, maka segala sesuatunya akan hilang ditelan waktu. Padahal ketika seseorang ingin mencari sesuatu sekarang ini, ada mesin pencari yang dikenal oleh dunia yakni google. jadi sehebat apapun anda jika belum terhubung atau terlacak oleh google, maka anda bukan siapa-siapa”.
Sesungguhnya mengelola jejak digital ini bisa kita lakukan sendiri atau bisa juga oleh orang lain yang megarsipkan tentang legenda seorang tokoh tertentu. Kita bisa membuat jejak digital menggunakan nama asli ataupun nama pena. Silahkan saja. Poin pentingnya bukan hanya soal karya tapi justru bagaimana kita membuat jejak digital.
Satu hal yang menarik dalam sesi tanya jawab, Pak Dedi mengisahkan pengalamannya bahwa beliau pernah berjumpa seorang guru SD di Jawa tengah yang tinggal di bawah kaki gunung slamet. Di kaki gunung, tentu internet susah. Namun, sang guru ini memiliki kesadaran untuk berbagi. Ia sering menulis bahan ajar untuk keperluan mengajar di kelas. File-file tersebut disimpan di flash disk ataupun external hardisk. Saat ia ke kota atau ke tempat yang ada internet, ia selalu sempatkan diri untuk meng-upload tabungan tulisannya. Pengunjung blognya banyak. Alhasil, ia memiliki banyak jejak digital hingga ia terpilih menjadi pembicara di Telkomsel, ia diundang untuk juga terlibat dalam sebuah kegiatan besar di Ibu Kota Negara meskipun ia “hanya” seorang guru di pelosok daerah.
Dan, sejatinya semua manusia itu unik. Siapapun bisa membuat dokumentasi dalam bentuk karya berupa tulisan, bahkan sekedar foto atau apapun itu yang ditancapkan di dunia digital sehingga kemudian menjadi jejak digital yang kelak akan dilihat kembali dan dapat terus dikenang.
Ah, dikenang? Tentu kita ingin dikenang sebagai sosok yang baik, bukan? Yuk Kelola jejak digital kita.. 😊
Terima kasih sudah membuat resume dengan baik. Rapih dan lengkap. Semoga jadi buku
BalasHapus😊
BalasHapus