Senin, 10 Januari 2022

Sampai ketemu lagi.

 "Kak As, nanti saya telpon ya"

Aku menjwabnya dengan senyuman.

"Sampai ketemu lagi, kak" ia pun melengkungkan bibirnya. Manis.

Berkali-kali ia bahkan masih melambaikan tangan ketika pick up yang membawanya mulai bergerak meninggalkan halaman kosku yang juga halaman rumah tantenya.

aku balas melambaikan tangan ke arahnya, "fiy amanillah"

***

Beberapa bulan lalu aku mulai menempati kos bercat kuning berjarak sekitar 1 km dari madrasah tempat tugasku. Bangunan kos itu memiliki 4 kamar yang semuanya menghadap ke sisi kanan bangunan rumah  pemiliknya. Gerbang masuk kos tentu adalah gerbang rumah empu kos.

Sang Empu yang kini kupanggil Bapak dan Mama ialah pasangan nan luar biasa sabar. Banyak hal tentang mereka pelan-pelan kuketahui. Rupanya Allah masih belum mengaruniai anak bagi keduanya. Namun, para keponakan silih berganti membersamai Bapak dan Mama.

 

Sejak awal yang kutau hanya seorang anak  perempuan kelas XI MAM1 yang dengan ketus melayaniku saat pertama kali aku berbelanja di kios kala itu. Namun, beberapa waktu setelah aku menempati kos, pertengahan bulan Juni lalu ketika Mama kembali dari Selayar, ada seorang anak perempuan yang kelihatannya rajin lagi pandai memasak.

"Assalaamu 'alaykum" ketiga kalinya aku mengucapkan salam.

"Wa 'alaykumussalaam wa rahmatullah wa barakaatuh" Lengkap ia mendo'akanku. Seorang gadis yang kulihat masih mengenakan mukena muncul untuk melayani ku.

"Maaf, beli apa, kak?

"Beli mi" kusodorkan selembar uang lima ribu ke arahnya.

Firda namanya. Seorang gadis berkulit putih, wajahnya oval dengan bibir tipis dan hidung bangir. Pipinya mudah memerah. Ia pemalu sekaligus perasa.

Aku ingat betul pertemuan pertamaku dengannya itu.

 

Ia tak banyak bicara. Bahkan tiap kata yang  terlontar dari mulutnya serasa selalu penuh perhitungan. Bak seorang anak matematika yang jago hitung dan menganalisis, bagai sang arsitektur yang senantiasa cermat lagi teliti menentukan konsep lengkap dengan biayanya, bahkan ia seperti ahli ekonomi yang konsisten menjalankan prinsip modal tertentu, hasil unlimited.

"Allahumma shalli 'ala sayyidinaa Muhammad wa alihi" ucapnya lirih saat kami sedang menapaki lorong kecil berkerikil di komplek dekat rumah. Matahari sedang tertawa menang menumpahkan semua cahayanya tanpa batas ke seantero permukaan bumi tempat kami lewat siang itu sepulang dari ATM.

"Kakak.. panas ini pasti belum seberapa ya dibandingkan hari berkumpulnya kita suatu hari nanti" tuturnya pelan sambil menoleh ke arahku.

"Benar, Da"

"Apa kita akan bisa melewati shirath..? Tanpa tergelincir?" Ada mata air di netranya.

"Allahumma shalli 'ala sayyidinaa Muhammad wa 'ala ali sayyidinaa Muhammad" ucapnya lagi untuk kesekian kalinya sepanjang kami berjalan.

"Allahumma shalli 'alayh wa alihi" aku menanggapi shalawat yang dikirimkannya pada Nabi. Aku tidak mau disebut pelit oleh Nabi.

Tanpa terasa perjalanan kami berakhir di teras rumah. Mama dan Bapak sedang duduk berdua, berdampingan di antara deretan kursi yang disediakan di sana.

Aku pun mendudukkan diriku di lantai. Begitu pula Firda.

"Tante, pulang..." Volume suaranya mengecil di kata kedua.


TBC.

Baca kelanjutannya di Kidung Cinta Sahabat Antologi Cerpen Pegiat Literasi Nusantara, ya..



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampai Ketemu Lagi

Sampai ketemu lagi. "Kak As, nanti saya telpon ya" Aku menjwabnya dengan senyuman. "Sampai ketemu lagi, kak" ia pu...