Sabtu, 05 Maret 2022

Jembatan bertangga menuju si Mayor

Judul                  : Menjadi Penulis Buku Mayor

Resume ke-        : 21

Gelombang        : 24

Tanggal              : Jumat, 4 Maret 2022

Narasumber       : Joko Irawan Mumpuni

 



Assalaamu 'alaykum.

Salam sejahtera untuk kita semua, kawan.

Pintu ditutup. Kala angka 18.57 terpampang di pojok kiri atas layar ponselku. Penuh rencana. Disiplin.

Menit berikutnya...

"Don’t be afraid to move, because the distance of 1000 miles starts by a single step." Kalimat pembuka yang manis. Sebuah pesan. Cukup Panjang. Motivator.

~widyaalthabisma. Pengirimnya. Terus kupandangi deretan huruf dalam pesan yang bermunculan dari pengirim yang sama.

“Keren” aku bergumam sendiri membayangkan segala tentangnya.

Ya. Widya Setianingsih, namanya. Sang moderator yang kali ini membersamai para juniornya, peserta BM 23-24. Ia mendampingi narasumber luar biasa yang saat kubaca CV nya membuatku bengong. Teman-teman bisa lihat nih...


Kesempatan kali ini narasumber beranama lengkap Joko Irawan Mumpuni tersebut mengajarkan cara agar kita bisa MENJADI PENULIS BUKU PENERBIT MAYOR. Just believe, teman-teman.

Rajinlah berlatih menulis, As!. Aku seperti mendengar sebuah bisikan. Padahal aku sendiri.

Eit, tidak perlu takut. Yang penting sekarang adalah kita cari tau apa saja syarat agar tulisan kita diterima oleh penerbit mayor?

“Sebelum teknologi informasi berkembang pesat seperti sekarang ini; orang hanya mengenal penerbit Mayor dan penerbit Minor, masing-masing punya pendapat masing-masing apa yang membedakan penerbit mayor dan penerbit minor. Namun semua pendapat itu merujuk pada satu kesimpulan yang pasti yaitu Jumlah terbitan buku pertahun penerbit mayor jauh lebih banyak dibanding penerbit minor. berapa jumlahnya? masing-masing punya pendapat sendiri.” Pak Joko mulai mejelaskan materinya.

Ternyata terdapat ribuan penerbit di Indonesia. Namun, jumlah penerbit mayor tidak lebih dari 20 dan penerbit ANDI adalah salah satu penerbit mayor, teman-teman.

Menjadi sebuah prestise besar bila tulisan kita bisa menembus penerbit mayor. Penulis merasa lebih bangga jika karyanya diterbitkan oleh penerbit mayor, kenapa?

Tentu karena naskah karyanya akan dikelola lebih profesional, penerbit mayor biasanya punya fasiliatas lebih baik, modal, percetakan, SDM juag jaringan pemasaran yang lebih luas.

So, agar karyanya bisa diterima dan diterbitkan oleh penerbit mayor harus melalui sleksi dengan tingkat persaingan yang amat sangat ketat. Contoh di Penerbit ANDI, naskah yang masuk bisa mencapai 300 hingga 500 naskah per bulan, tapi yang diterbitkan hanya 50 sd 60 judul saja. tentunya sisanya dikembalikan ke penulis alias DITOLAK.

Satu kata terakhir tadi agak terrible ya, teman-teman?

“Karena begitu sulitnya menembus penerbit profesional baik yang penerbit minor apalagi penerbit mayor, maka para penulis ada yang menerbitkan karyanya sendiri yang saat ini penerbit seperti ini kitas sebut dengan Pnerbit Indie” papar Pak Joko.

Dan hal tersebut adalah angin segar, memberi harapan bagi kita bahwa selalu ada kesempatan untuk belajar sambil mengukir kisah pendakian mimpi.

“saya yakin semua sudah ada dilavel paling atas... hanya kurang PD atau kurang nekad aja sehingga karyanya nggak muncul muncul.” Pak Agus sungguh sedang memotivasi kita, teman-teman.

Na, satu yang perlu kita sadari ialah bahwa penerbitan adalah Badan Usaha yang mencari keuntungan dngan melibatkan banyak pihak yang kesemuanya penting.

Yang kemudian bila disederhanakan akan kita dapati ekosistem penerbitan.

Sementara di bawah ini hal-hal yang menyebabkan literasi di Indonesia masih rendah dibandingkan dngan negara-negara tetangga.

Selanjutnya Pak Joko pun menggambarkan ciri-ciri penerbit yang baik, yakni:

1.       Memiliki visi dan yang jelas

2.       Memiliki Bussines core lini produk tertentu

3.       Pengalaman penerbit

4.       Jaringan pemasaran

5.       Memiliki percetakan sendiri

6.       Keberanian mencetak jumlah eksemplar

7.       Kejujuran dalam pembayaran royalty.

 

Rupanya ini poin yang menjadi syarat agar naskah kita diterbitkan oleh Penerbit Mayor. Yuk, teman-teman perhatikan kriteria dan system penilaiannya di bawah ini.



Oleh Pak Agus dijelaskan pula cara penerbit mengecek apakah penulis tersebut Populer. Penerbit akan melacak profil penulis dari berbagai sumber:

1.       Berapa banyan teman/pengikut disosial media

2.       Seberapa aktif di grup yang diikuti akan lebih baiki kalau penulis ini sebgai adminnya dengan jumlah anggota ratusan ribu.

3.       Apakah penulis ini punya blog sendiri dan seberapa aktif dan bagimana respon pembacanya.

4.       Google Scholar adalah yang paling dicermati oleh Penertbit.

 

Bahkan beliau kemudian menyarankan kita agar segera membuat akun Google Scholar. Dan Penting pula untuk mencari tema populer sebagai tema yang akan kita tulis. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan google trends.



Mengenai pertanyaan berapa oplah (jumlah cetakan) yang akan dibuat oleh penerbit, jawabnya tergantung dari kwadran berikit ini:

Market lebar artinya banyak dibutuhkan oleh masyarakat, jika itu buku pelajaran maka jumlah siswa/mahasiswanya sangat banyak. Berkaitan dengan itu, perlu disadari bahwa ilmu-ilmu murni akan memiliki lifecycle yang panjang, hingga bertahun-tahun buku itu cetak ulang terus karena laku dan tidak perlu direvisi.

“Pertanyan lain yang sering muncul adalah Peneribit ANDI memakaigaya selingkung apa? Pada umumnya penerbit memakai gaya selingkung semua yang ada didunia” tulis Pak Joko.

Na, satu rahasia yang harus diketahui adalah penerbit menyukai penulis idealis-industrialis.

Begini penjelasan Pak Joko, teman-teman…


 


Dan di bagian akhir pemaparan materinya, Pak Joko memberikan ‘jalan’ untuk kita, teman-teman.

Bersama Bu Widya yang juga senantiasa mengobarkan semangat untuk maju, Pak Joko pun memantik segenap peserta BM 23-24 dengan 3 ‘mantra’, mood booster keren. Terima kasih.



Riung, 5 Maret 2022.





1 komentar:

Sampai Ketemu Lagi

Sampai ketemu lagi. "Kak As, nanti saya telpon ya" Aku menjwabnya dengan senyuman. "Sampai ketemu lagi, kak" ia pu...